Dari
dulu gue yakin kalo kita akan menggapai impian terdekat kita dalam waktu dekat.
Dan ternyata perjalanan waktu yang tidak terlalu lama membawa kita berada di
posisi yang kita mimpikan bersama. Gue masih ingat betul bagaimana dia tidak
menginginkan untuk bekerja di kantoran samasekali, gue pun begitu. Dia lebih
memilih menjadi guru TK karena memang dia senang sekali dengan anak-anak. Dan
tidak perlu waktu lama saat itu gue berkeyakinan kalau dia pasti akan berada di
posisi yang dia inginkan. Gue yang saat itu meng-iya kan berkata dalam hati
kalau semuanya akan terjadi. Seperti doa yang terkabulkan, dia kini telah
menjelma menjadi pengajar untuk anak-anak di salah satu tempat penitipan anak
di kawasan Jakarta Selatan.
Bersamaan
dengan kita yang merajut mimpi di tengah hangatnya percakapan, gue bermimpi
suatu saat nanti bertemu penulis idola gue. Mungkin hanya sekedar meminta foto
dan tanda tangan bisa membuat gue menjadi salah satu orang paling bahagia di
dunia ini. Dan ternyata Tuhan memberikan jalan yang tidak akan gue lupakan.
Meet & Greet sekaligus peluncuran buku terbaru dari Raditya Dika, salah
satu penulis idola gue yang berjudul Koala Kumal menjadi jalan yang nggak akan
gue lewatin begitu saja. Tidak perlu waktu lama dan berpikir dua kali buat gue
agar bisa melihat secara langsung dengan mata kepala gue sendiri, berfoto
bersama, dan meminta tanda tangan penulis idola gue. Seperti doa yang
terkabulkan kembali, gue sudah berada di posisi yang gue impikan.
Waktu
seakan berjalan ditempat. Gue mulai bingung harus mulai dari mana lagi. Impian
terdekat sudah terlaksana tidak terasa, dan dia tetap menjadi yang terakhir
sebelum memulai kehidupan baru. Tapi untuk itu rasanya masih terlalu lama atau
gue yang berpikiran terlalu cepat. Maka dari itu langkah-langkah kecil harus
gue lakukan sejak dini. Maksimalkan waktu kuliah dan mencari pekerjaan dari
sekarang. Dan selebihnya bersosialisasi dengan teman baru dan teman lama, guna
membangun koneksi yang akan sangat berguna untuk kedepannya.
Dari
sisi lain gue berusaha mewujudkan rencana-rencana yang menjadi ‘peta’ untuk
jalan gue kedepannya. Namun gue punya riwayat buruk kalo gue udah mulai nyusun
rencana. Yang paling dekat dan yang paling gue nantikan adalah saat Bertemu Ibu
Guru.
Gue
menyebut ini sebagai petualangan kecil-kecilan. Karena cuma bermodalkan uang
nggak sampe 50 ribu, dan Google Maps. Gue
emang udah nyari-nyari alamat tempat dia ngajar di google, dan ketemu lah
beberapa alamat yang nggak terlalu jauh dari rumah gue. Rencana yang pertama
adalah gue nyari sendiri dan gue sengaja nggak bilang apa-apa ke dia. Tujuannya
ya biar bikin surprise lucu gitu, atau paling nggak gue gak malu-maluin kalo
ketauan nyasar.
Perjalanan
gue mulai di hari Jumat pukul 15.30. Gue naik metromini dan kelewatan turun di
alamat yang udah gue dapetin. Google Maps juga menunjukkan kalo gue udah
sedikit lagi sampai tujuan. Namun sial pertama yang gue dapetin adalah pas gue
nelusurin jalan, sinyal di hape gue hilang entah kemana, gue udah hampir
frustasi karena udah jalan puluah meter tapi jalan yang gue cari nggak
ketemu-ketemu. Gue udah merasa kayak Ayu Tingting versi laki-laki yang lagi
nyari alamat palsu.
Awan
udah mulai gelap, betis udah mau meledak. Gue memutuskan untuk pulang dan
ninggalin apa yang udah gue cari dan ngelanjutin petualangan nggak jelas ini
minggu depan. Gara-gara sinyal petualangan gue terhambat. Mungkin gue harus
bawa peta dan ngajak dora buat nemenin gue nyari alamat. Dan gue juga harus
mastiin kalo Ayu Tingting nggak ngikutin gue dari belakang.
Sampai
dirumah gue masih inget jalan apa yang gue lewatin tadi, gue nge-cek Google
Maps lagi dan ternyata jarak gue dan tempat dia ngajar cuma berjarak 3 meter.
Iya 3 meter doang! Gue agak nyesel karena nggak ngelanjutin jalan dan memilih
buat pulang. Tapi yaudahlah, masih ada minggu depan. Dan mudah-mudahan rencana
gue berhasil tanpa hambatan.
Beberapa
hari kemudian gue nerima whatsapp
dari dia berupa gambar yang isinya nama dan alamat lengkap tempat dia ngajar. Di
situ ada 3 alamat dan gue masih inget kalo dia ditempatin di satu tempat yang
ternyata bukan alamat yang mau gue samperin kemarin. Saat itu juga gue buka
Google Maps dan nyari jalan mana yang paling deket dengan tempat dia ngajar,
dan gue memilih buat naik kereta dan berjalan kaki karena tempatnya nggak jauh
dari stasiun kereta. Gue semangat lagi dan nggak sabar buat hari Jumat depan.
Hari
Jumat tiba. Untuk menghindari pulang lewat maghrib, gue jalan lebih awal. Pukul
14.00 gue udah sampe stasiun Manggarai. Suasana stasiun cukup ramai karena
sedang ada penggalian dan pembangunan rel dan peron baru. Kali ini gue nggak
terlalu tergesa-gesa karena udah yakin kalo gue bakal nyampe di tempat dia
ngajar. Gerimis menemani gue saat turun dari kereta dan mau keluar dari stasiun.
Tapi itu nggak terlalu gue hiraukan karena pikir gue bisa neduh di tempat dia
ngajar sambil ngobrol-ngobrol lucu.
Sial
ke dua yang gue dapetin, ternyata gue masih juga salah jalan. Harusnya tinggal
nyebrang rel kereta dan belok kiri, gue malah ke arah belakang mall dan belok
kanan. Jadilah gue balik lagi dan menyusuri jalan yang udah dikasih tau sama
Google Maps.
Gerimis
mulai besar atau bisa disebut hujan ringan masih jatuh di atas kepala gue. Tapi
demi apa yang udah gue jalanin, gue nggak akan nyerah. Gue terus jalan dan
megangin hape gue supaya nggak salah jalan lagi. Tibalah gue di jalan yang
dimaksud, gue berjalan perlahan supaya nggak kelewatan. Dan ternyata gue udah
sampai, betis gue mungkin nggak akan meledak kayak minggu kemarin, tapi sekarang
jantung gue yang mau meledak.
Keringet
dingin campur air hujan bersatu dari ujung kepala sampe ujung kaki. Gue gemeteran
bukan karena nggak tau mau ngomong apa, tapi karena gue belom makan dari rumah.
Gue juga masih belum bilang kalo gue mau ke tempat dia ngajar sekarang. Jadilah
gue membeli Capcin alias Cappucino pake Mecin di deket sana. Tapi serius
cappucino yang gue beli rasanya emang agak asin, entah lidah gue yang kelu apa
cappucino nya kecampur sama keringet gue masih menjadi misteri.
Gue
mengeluarkan hape dan membuka BBM. Mencari nama dia dan langsung bertanya apakah
dia ngajar atau nggak hari ini. Dan sial ke tiga yang gue dapetin, ternyata dia
nggak ngajar. Dia melanjutkan pesan yang sudah terkirim dan berkata bahwa dia
lagi sakit, entah apa penyakitnya tapi dia nggak tau gimana sakitnya perasaan
gue, pengorbanan gue, dan asinnya lidah gue karena abis minum cappucino pake
mecin. Tadinya gue nggak mau bilang kalo gue udah ada di depan tempat dia
ngajar, tapi gue terpaksa ngelakuin ini karena terlanjur kecewa. Gue foto
tembok depan tempat dia ngajar dan gue kirimin via BBM sebagai balasan dari
pesan yang dia kirim ke gue, dan gue tambahkan dengan nada bercanda kalo gue
abis dari sini.
Lalu
dia membalas dengan nada heran dan bertanya gue ngapain disana, lalu gue jawab
gue kebetulan lewat aja. Padahal dia nggak tau kalo semuanya udah gue rencanain
dan nggak mungkin gue nggak sengaja lewat dengan niat sebesar itu.
Akhirnya
gue berjalan ke stasiun dengan tergulai lemas. Gue udah nggak peduli sama hujan
yang makin lama makin bisa bikin gue basah kuyup sampe rumah. Gue membeli saldo
tiket untuk ke stasiun Manggarai dan membuang cappucino gue di depan gerbang
stasiun. Sedotan terakhir bikin lidah gue mati rasa, udah terlanjur malas untuk
membedakan mana rasa asin dan rasa manis, karena yang gue rasain saat itu cuma
satu, rasa kecewa.
Sambil
menunggu kereta, gue membuka hape kembali, mematikan GPS, memasang headset dan
memeriksa beberapa pesan masuk di BBM gue. Sial ke empat yang gue dapetin yaitu
ternyata tempat yang gue datengin itu kata dia adalah kantor pusatnya, bukan
tempat dia ngajar. Dia sempet beberapa kali dioper disitu, tapi dia lebih
sering ditempatin di salah satu alamat yang ada di gambar whatsapp yang dia kasih ke gue kemarin. Dan bodohnya, gue nggak
kepikiran samasekali buat nyari alamat itu. Hell
Yeah!
Kereta
datang dan bikin lamunan gue buyar. Suasana kereta lumayan sepi jadi gue bisa
duduk dan senderan sambil dengerin lagu. Buat ngilangin sedikit kecewa gue
memutuskan buat nggak turun dulu di Manggarai, gue tetep di kereta sampai stasiun
Kota karena kereta akan balik lagi ke stasiun Bogor. Di depan gue, ada dua
orang yang lagi pacaran lagi main bisik-bisikan sambil ketawa-ketawa dan
memberikan tatapan sinis ke gue. Gue pikir lengkap sudah penderitaan gue hari
ini. Akhirnya gue pindah, dan duduk dengan tenang di pojok bangku, kereta sudah
sampai stasiun Kota, dan bersiap kembali menuju stasiun Bogor.
Karena
hari itu hari Jumat dan jam-jam nya orang pulang kantor, beberapa stasiun dari
stasiun Kota kereta sudah mulai penuh sesak. Dan ternyata belum selesai, sial
ke lima yang gue dapetin adalah pada saat gue mau turun di stasiun Manggarai,
ada banyak sekali manusia yang mau masuk dari pintu gerbong tempat gue mau
keluar, ditambah lagi ada bapak-bapak kampret berbadan besar yang ngalangin gue
pas mau keluar kereta. Jadilah gue terdorong lagi masuk ke dalam kereta dan
terbawa sampai stasiun Pasar Minggu Baru.
Di
stasiun Pasar Minggu Baru akhirnya gue berhasil keluar dari dempetan dan
halangan bapak-bapak kampret berbadan besar itu. Gue turun dan berpindah rel ke
arah stasiun Manggarai, dan pulang lewat manghrib tidak bisa gue hindari. Sampai
di rumah bukan hanya dengan pakaian yang lepek, tapi juga dengan hati yang
lepek.
Udah
2 minggu hari Jumat sore terlewat begitu saja. Gue lebih memilih di rumah
daripada melanjutkan petualangan nggak jelas itu. Sampai tadi pagi ini gue
masih menanyakan apakah dia udah mulai mengajar kembali apa belum, dan dia
berkata kalo dia masih harus bulak-balik ke lab untuk control. Bukannya berpikiran
negatif, tapi semoga dia benar-benar sakit, bukan menghindar dan tidak mau
bertemu gue.
Dan
petualangan Bertemu Ibu Guru tidak akan pernah terjadi. Lantas apakah gue
menyerah? Iya, mungkin untuk saat ini. Karena pada akhirnya gue cuma punya 2
pilihan, menunggu undangan datang ke rumah, atau menjemput yang masih di
rahasiakan. Dan pilihan gue adalah, tidak merencanakan semuanya.
No comments:
Post a Comment