Friday 13 February 2015

BERTEMU IBU GURU



Dari dulu gue yakin kalo kita akan menggapai impian terdekat kita dalam waktu dekat. Dan ternyata perjalanan waktu yang tidak terlalu lama membawa kita berada di posisi yang kita mimpikan bersama. Gue masih ingat betul bagaimana dia tidak menginginkan untuk bekerja di kantoran samasekali, gue pun begitu. Dia lebih memilih menjadi guru TK karena memang dia senang sekali dengan anak-anak. Dan tidak perlu waktu lama saat itu gue berkeyakinan kalau dia pasti akan berada di posisi yang dia inginkan. Gue yang saat itu meng-iya kan berkata dalam hati kalau semuanya akan terjadi. Seperti doa yang terkabulkan, dia kini telah menjelma menjadi pengajar untuk anak-anak di salah satu tempat penitipan anak di kawasan Jakarta Selatan.

Bersamaan dengan kita yang merajut mimpi di tengah hangatnya percakapan, gue bermimpi suatu saat nanti bertemu penulis idola gue. Mungkin hanya sekedar meminta foto dan tanda tangan bisa membuat gue menjadi salah satu orang paling bahagia di dunia ini. Dan ternyata Tuhan memberikan jalan yang tidak akan gue lupakan. Meet & Greet sekaligus peluncuran buku terbaru dari Raditya Dika, salah satu penulis idola gue yang berjudul Koala Kumal menjadi jalan yang nggak akan gue lewatin begitu saja. Tidak perlu waktu lama dan berpikir dua kali buat gue agar bisa melihat secara langsung dengan mata kepala gue sendiri, berfoto bersama, dan meminta tanda tangan penulis idola gue. Seperti doa yang terkabulkan kembali, gue sudah berada di posisi yang gue impikan.

Waktu seakan berjalan ditempat. Gue mulai bingung harus mulai dari mana lagi. Impian terdekat sudah terlaksana tidak terasa, dan dia tetap menjadi yang terakhir sebelum memulai kehidupan baru. Tapi untuk itu rasanya masih terlalu lama atau gue yang berpikiran terlalu cepat. Maka dari itu langkah-langkah kecil harus gue lakukan sejak dini. Maksimalkan waktu kuliah dan mencari pekerjaan dari sekarang. Dan selebihnya bersosialisasi dengan teman baru dan teman lama, guna membangun koneksi yang akan sangat berguna untuk kedepannya.

Dari sisi lain gue berusaha mewujudkan rencana-rencana yang menjadi ‘peta’ untuk jalan gue kedepannya. Namun gue punya riwayat buruk kalo gue udah mulai nyusun rencana. Yang paling dekat dan yang paling gue nantikan adalah saat Bertemu Ibu Guru.

Gue menyebut ini sebagai petualangan kecil-kecilan. Karena cuma bermodalkan uang nggak sampe 50 ribu, dan Google Maps. Gue emang udah nyari-nyari alamat tempat dia ngajar di google, dan ketemu lah beberapa alamat yang nggak terlalu jauh dari rumah gue. Rencana yang pertama adalah gue nyari sendiri dan gue sengaja nggak bilang apa-apa ke dia. Tujuannya ya biar bikin surprise lucu gitu, atau paling nggak gue gak malu-maluin kalo ketauan nyasar.

Perjalanan gue mulai di hari Jumat pukul 15.30. Gue naik metromini dan kelewatan turun di alamat yang udah gue dapetin. Google Maps juga menunjukkan kalo gue udah sedikit lagi sampai tujuan. Namun sial pertama yang gue dapetin adalah pas gue nelusurin jalan, sinyal di hape gue hilang entah kemana, gue udah hampir frustasi karena udah jalan puluah meter tapi jalan yang gue cari nggak ketemu-ketemu. Gue udah merasa kayak Ayu Tingting versi laki-laki yang lagi nyari alamat palsu.

Awan udah mulai gelap, betis udah mau meledak. Gue memutuskan untuk pulang dan ninggalin apa yang udah gue cari dan ngelanjutin petualangan nggak jelas ini minggu depan. Gara-gara sinyal petualangan gue terhambat. Mungkin gue harus bawa peta dan ngajak dora buat nemenin gue nyari alamat. Dan gue juga harus mastiin kalo Ayu Tingting nggak ngikutin gue dari belakang.

Sampai dirumah gue masih inget jalan apa yang gue lewatin tadi, gue nge-cek Google Maps lagi dan ternyata jarak gue dan tempat dia ngajar cuma berjarak 3 meter. Iya 3 meter doang! Gue agak nyesel karena nggak ngelanjutin jalan dan memilih buat pulang. Tapi yaudahlah, masih ada minggu depan. Dan mudah-mudahan rencana gue berhasil tanpa hambatan.

Beberapa hari kemudian gue nerima whatsapp dari dia berupa gambar yang isinya nama dan alamat lengkap tempat dia ngajar. Di situ ada 3 alamat dan gue masih inget kalo dia ditempatin di satu tempat yang ternyata bukan alamat yang mau gue samperin kemarin. Saat itu juga gue buka Google Maps dan nyari jalan mana yang paling deket dengan tempat dia ngajar, dan gue memilih buat naik kereta dan berjalan kaki karena tempatnya nggak jauh dari stasiun kereta. Gue semangat lagi dan nggak sabar buat hari Jumat depan.

Hari Jumat tiba. Untuk menghindari pulang lewat maghrib, gue jalan lebih awal. Pukul 14.00 gue udah sampe stasiun Manggarai. Suasana stasiun cukup ramai karena sedang ada penggalian dan pembangunan rel dan peron baru. Kali ini gue nggak terlalu tergesa-gesa karena udah yakin kalo gue bakal nyampe di tempat dia ngajar. Gerimis menemani gue saat turun dari kereta dan mau keluar dari stasiun. Tapi itu nggak terlalu gue hiraukan karena pikir gue bisa neduh di tempat dia ngajar sambil ngobrol-ngobrol lucu.

Sial ke dua yang gue dapetin, ternyata gue masih juga salah jalan. Harusnya tinggal nyebrang rel kereta dan belok kiri, gue malah ke arah belakang mall dan belok kanan. Jadilah gue balik lagi dan menyusuri jalan yang udah dikasih tau sama Google Maps.

Gerimis mulai besar atau bisa disebut hujan ringan masih jatuh di atas kepala gue. Tapi demi apa yang udah gue jalanin, gue nggak akan nyerah. Gue terus jalan dan megangin hape gue supaya nggak salah jalan lagi. Tibalah gue di jalan yang dimaksud, gue berjalan perlahan supaya nggak kelewatan. Dan ternyata gue udah sampai, betis gue mungkin nggak akan meledak kayak minggu kemarin, tapi sekarang jantung gue yang mau meledak.
  
Keringet dingin campur air hujan bersatu dari ujung kepala sampe ujung kaki. Gue gemeteran bukan karena nggak tau mau ngomong apa, tapi karena gue belom makan dari rumah. Gue juga masih belum bilang kalo gue mau ke tempat dia ngajar sekarang. Jadilah gue membeli Capcin alias Cappucino pake Mecin di deket sana. Tapi serius cappucino yang gue beli rasanya emang agak asin, entah lidah gue yang kelu apa cappucino nya kecampur sama keringet gue masih menjadi misteri.

Gue mengeluarkan hape dan membuka BBM. Mencari nama dia dan langsung bertanya apakah dia ngajar atau nggak hari ini. Dan sial ke tiga yang gue dapetin, ternyata dia nggak ngajar. Dia melanjutkan pesan yang sudah terkirim dan berkata bahwa dia lagi sakit, entah apa penyakitnya tapi dia nggak tau gimana sakitnya perasaan gue, pengorbanan gue, dan asinnya lidah gue karena abis minum cappucino pake mecin. Tadinya gue nggak mau bilang kalo gue udah ada di depan tempat dia ngajar, tapi gue terpaksa ngelakuin ini karena terlanjur kecewa. Gue foto tembok depan tempat dia ngajar dan gue kirimin via BBM sebagai balasan dari pesan yang dia kirim ke gue, dan gue tambahkan dengan nada bercanda kalo gue abis dari sini.

Lalu dia membalas dengan nada heran dan bertanya gue ngapain disana, lalu gue jawab gue kebetulan lewat aja. Padahal dia nggak tau kalo semuanya udah gue rencanain dan nggak mungkin gue nggak sengaja lewat dengan niat sebesar itu.

Akhirnya gue berjalan ke stasiun dengan tergulai lemas. Gue udah nggak peduli sama hujan yang makin lama makin bisa bikin gue basah kuyup sampe rumah. Gue membeli saldo tiket untuk ke stasiun Manggarai dan membuang cappucino gue di depan gerbang stasiun. Sedotan terakhir bikin lidah gue mati rasa, udah terlanjur malas untuk membedakan mana rasa asin dan rasa manis, karena yang gue rasain saat itu cuma satu, rasa kecewa.

Sambil menunggu kereta, gue membuka hape kembali, mematikan GPS, memasang headset dan memeriksa beberapa pesan masuk di BBM gue. Sial ke empat yang gue dapetin yaitu ternyata tempat yang gue datengin itu kata dia adalah kantor pusatnya, bukan tempat dia ngajar. Dia sempet beberapa kali dioper disitu, tapi dia lebih sering ditempatin di salah satu alamat yang ada di gambar whatsapp yang dia kasih ke gue kemarin. Dan bodohnya, gue nggak kepikiran samasekali buat nyari alamat itu. Hell Yeah!

Kereta datang dan bikin lamunan gue buyar. Suasana kereta lumayan sepi jadi gue bisa duduk dan senderan sambil dengerin lagu. Buat ngilangin sedikit kecewa gue memutuskan buat nggak turun dulu di Manggarai, gue tetep di kereta sampai stasiun Kota karena kereta akan balik lagi ke stasiun Bogor. Di depan gue, ada dua orang yang lagi pacaran lagi main bisik-bisikan sambil ketawa-ketawa dan memberikan tatapan sinis ke gue. Gue pikir lengkap sudah penderitaan gue hari ini. Akhirnya gue pindah, dan duduk dengan tenang di pojok bangku, kereta sudah sampai stasiun Kota, dan bersiap kembali menuju stasiun Bogor.
  
Karena hari itu hari Jumat dan jam-jam nya orang pulang kantor, beberapa stasiun dari stasiun Kota kereta sudah mulai penuh sesak. Dan ternyata belum selesai, sial ke lima yang gue dapetin adalah pada saat gue mau turun di stasiun Manggarai, ada banyak sekali manusia yang mau masuk dari pintu gerbong tempat gue mau keluar, ditambah lagi ada bapak-bapak kampret berbadan besar yang ngalangin gue pas mau keluar kereta. Jadilah gue terdorong lagi masuk ke dalam kereta dan terbawa sampai stasiun Pasar Minggu Baru.

Di stasiun Pasar Minggu Baru akhirnya gue berhasil keluar dari dempetan dan halangan bapak-bapak kampret berbadan besar itu. Gue turun dan berpindah rel ke arah stasiun Manggarai, dan pulang lewat manghrib tidak bisa gue hindari. Sampai di rumah bukan hanya dengan pakaian yang lepek, tapi juga dengan hati yang lepek.

Udah 2 minggu hari Jumat sore terlewat begitu saja. Gue lebih memilih di rumah daripada melanjutkan petualangan nggak jelas itu. Sampai tadi pagi ini gue masih menanyakan apakah dia udah mulai mengajar kembali apa belum, dan dia berkata kalo dia masih harus bulak-balik ke lab untuk control. Bukannya berpikiran negatif, tapi semoga dia benar-benar sakit, bukan menghindar dan tidak mau bertemu gue.

Dan petualangan Bertemu Ibu Guru tidak akan pernah terjadi. Lantas apakah gue menyerah? Iya, mungkin untuk saat ini. Karena pada akhirnya gue cuma punya 2 pilihan, menunggu undangan datang ke rumah, atau menjemput yang masih di rahasiakan. Dan pilihan gue adalah, tidak merencanakan semuanya.

No comments:

Post a Comment