Aku bukan tipe
orang yang gampang menyerah. Masa baru dicuekin Clara kayak begitu aja udah
males-malesan mau deketin. Tapi momen kemarin emang bikin sedikit shock sih.
Secara aku udah pede banget eh ternyata malah gagal berantakan. Aku pikir
kayaknya harus jaga jarak dulu buat beberapa saat dari Clara. Ya minimal 3
tahun lah.
Tapi kalo
diibaratkan pada permainan catur, aku adalah pion, mungkin langkahku perlahan,
hanya satu di tiap giliran, tapi aku bisa ‘memakan’ apa saja yang berada di
depanku, bahkan aku bisa membuat skakmat raja musuh, dan aku tidak akan pernah
mundur. Kalo aku nekat mundur, ya nggak bisalah! Kan udah peraturannya kayak
begitu, bisa-bisa aku langsung dibilang nggak bisa main catur karena pion nya
aku mundurin. Dan biar bagaimanapun filosofi pion catur akan selalu aku pegang
untuk mendapatkan Clara, biarpun aku botak, tetapi aku yang selalu rela
berkorban. Asik.
Clara paham betul
bagaimana caranya dikagumi orang sepertiku. Tapi apa hanya pada aku dia cuek
dan dingin atau dengan cowok lain dia juga bersikap seperti itu? Memang saat
kita jatuh cinta itu kita jadi sering memikirkan hal-hal yang nggak terlalu
penting ya? Sikap yang ditunjukin Clara bikin otak jadi sering mikirin sesuatu
yang belum jelas. Kalo aku sih sering menyebutnya galau receh. Ya karena yang
aku pikirin adalah sesuatu yang orang lain nggak mikirin, tapi malah jadi beban
pikiran buatku. Contohnya kayak apa sikap Clara begitu ke semua cowok? Kenapa
ya Clara begitu? Apa dia punya trauma sama masa lalunya? Atau yang lebih umum
dan sering, kira-kira Clara lagi ngapain ya sekarang?.
Aku beranjak
bangun dari tempat tidur, ternyata galau receh bikin haus dan lapar juga. Aku
turun dari lantai 2 rumahku, menuju dapur dan membuka kulkas. Aku langsung
membuka pintu kulkas paling bawah dengan perasaan penuh harap-harap cemas. Aku
berharap menemukan martabak keju cokelat yang dibeli oleh ibuku. Aku pikir
martabak keju cokelat dingin cocok untuk meredakan sedikit pusing-pusing manja
yang aku derita akibat terlalu memikirkan Clara.
Aku membuka pintu
kulkas secara perlahan,
Kubuka,
Lalu kututup lagi,
Ah sepertinya aku
belum siap.
Huh.
Ini percobaan
kedua,
aku menarik nafas
panjang,
lalu ku buang
perlahan lewat hidung,
aku tarik lagi
nafasku,
kali ini lebih
panjang dan dalam,
lalu kubuang lagi
lewat hidung.
Aku terus
mengulanginya selama 300 kali.
Akhirnya rasa
grogi karena harap-harap cemasku perlahan hilang dan keberanianku mulai muncul.
Oh martabak keju
cokelat, I’m coming.
Ku pegang lagi
gagang kulkasnya
Aku menariknya
dengan sangat hati-hati
Aku berhasil
membukanya
Tiba-tiba kok
gelap, aku nggak bisa ngeliat apa-apa
Ternyata aku lagi
merem
Ah sial!
Mana martabaknya
ya?
Kok nggak ada
Kok tinggal ikan
teri sama tomat doang?
Ah mungkin sudah
dihabiskan sama ibuku
Yaudahlah aku
minum air putih aja.
Di sela-sela minum
air putih, aku sempat melihat jam dinding
Ternyata sudah jam
4 pagi.
Sial! aku belum
tidur samasekali.
DI SEKOLAH
Aku males tidur
lagi, takutnya nanti kebablasan dan ujung-ujungnya nggak sekolah dan nggak bisa
ketemu Clara. Tapi aku mandi kok, sumpah. Aku juga udah pake parfum, biar Clara
makin terpesona dan lupa daratan. Ah aku udah siap buat hari ini, kayaknya dewi
fortuna akan berpihak ke Ditto Suryapradi. Ini saat yang tepat untuk
memperbaiki image ku di mata Clara. Biarpun mata masih ngantuk dan udah agak
bengkak kayak di gelendotin anak kecil, tapi nggak sedikitpun menyurutkan
semangatku. Oh Clara Hansasuteja, aku datang.
Aku udah berdiri
di depan kelas, selain menunggu pintu kelas di buka sama penjaga sekolah, tentu
saja aku menunggu Clara. Kemana ya dia? Kok jam segini belum datang? Aku pun
melihat jam tanganku, ah ternyata masih jam 6 pagi. Semangat juga ya aku.
Tapi udah beberapa
hari ini Clara nggak keliatan di sekolah, nggak tau kemana. Setiap pagi aku
menunggu dia di depan kelas, tapi sampai aku disuruh masuk oleh guru karena
sudah jam pulang sekolah, Clara belum juga datang. Kemana ya dia? Apa karena
kejadian waktu aku gagal kenalan sama dia terus dia memutuskan untuk pindah
sekolah? Tapi apapun itu, pokoknya aku gak mau masuk kelas sebelum Clara
datang. Itu prinsipku.
Aku lupa cerita ke
teman-temanku kalo belakangan ini aku dibuat resah oleh sekelompok orang dari
kelas sebelah yang berlagak seperti gangster akil baligh dan beberapa kali
menyebut nama Clara sambil tertawa-tertawa. Mereka sangat mudah dikenali karena
mempunyai ciri khas dan selalu menarik perhatian satu sekolah karena penampilan
dan gaya berjalan mereka yang mirip seperti koboy yang abis disunat. Aku hafal
tiga nama yang sepertinya memegang kendali atas gang koboy abis disunat itu. Yang
pertama dan sepertinya ketua dari gang itu bernama Adit Colo. Orangnya tidak
terlalu pendek tapi tidak terlalu tinggi juga, mungkin agak tinggi sedikit,
dikit aja tapi. Kulitnya agak hitam cenderung kebiru-biruan, mungkin dia abis
bakar sate selama tiga bulan non stop, jadinya warna kulitnya seperti itu. Dan dia
adalah yang paling sering nyebut nama Clara sambil tertawa sendirian. Yang kedua
bernama Sakay, orangnya tinggi dan agak gemuk, dia terobsesi punya rambut
gondrong tapi pinggirnya dibotakin mirip Skrillex, tapi karena dia orangnya
ingin tampil beda, bukan bagian pinggir rambutnya yang dibotakin, tapi malah
bagian depan rambutnya yang dibotakin, dan sekarang dia lebih mirip Wong Fei
Hung daripada Srillex. Dan yang ketiga bernama Engkong, ada alasan kuat kenapa
dia dipanggil Engkong, yaitu karena dia yang berwajah paling tua diantara
mereka berdua. Wajahnya sudah ditumbuhi jambang kumis dan jenggot yang lebat,
aku curiga dia adalah salah satu anak dibawah umur yang menjadi korban salah
pengertian memakai krim jambang wakdoyok.
Aku mulai menaruh
kecurigaan kepada mereka bertiga, terutama pada si Adit Colo.
“Clara mah aman
ama gue broo… Hahahaha!”
Kata Adit Colo ke
Sakay dan Engkong,
-Bersambung-