Friday 25 August 2017

CLARA (Part 3)





Aku bukan tipe orang yang gampang menyerah. Masa baru dicuekin Clara kayak begitu aja udah males-malesan mau deketin. Tapi momen kemarin emang bikin sedikit shock sih. Secara aku udah pede banget eh ternyata malah gagal berantakan. Aku pikir kayaknya harus jaga jarak dulu buat beberapa saat dari Clara. Ya minimal 3 tahun lah.

Tapi kalo diibaratkan pada permainan catur, aku adalah pion, mungkin langkahku perlahan, hanya satu di tiap giliran, tapi aku bisa ‘memakan’ apa saja yang berada di depanku, bahkan aku bisa membuat skakmat raja musuh, dan aku tidak akan pernah mundur. Kalo aku nekat mundur, ya nggak bisalah! Kan udah peraturannya kayak begitu, bisa-bisa aku langsung dibilang nggak bisa main catur karena pion nya aku mundurin. Dan biar bagaimanapun filosofi pion catur akan selalu aku pegang untuk mendapatkan Clara, biarpun aku botak, tetapi aku yang selalu rela berkorban. Asik.

Clara paham betul bagaimana caranya dikagumi orang sepertiku. Tapi apa hanya pada aku dia cuek dan dingin atau dengan cowok lain dia juga bersikap seperti itu? Memang saat kita jatuh cinta itu kita jadi sering memikirkan hal-hal yang nggak terlalu penting ya? Sikap yang ditunjukin Clara bikin otak jadi sering mikirin sesuatu yang belum jelas. Kalo aku sih sering menyebutnya galau receh. Ya karena yang aku pikirin adalah sesuatu yang orang lain nggak mikirin, tapi malah jadi beban pikiran buatku. Contohnya kayak apa sikap Clara begitu ke semua cowok? Kenapa ya Clara begitu? Apa dia punya trauma sama masa lalunya? Atau yang lebih umum dan sering, kira-kira Clara lagi ngapain ya sekarang?.

Aku beranjak bangun dari tempat tidur, ternyata galau receh bikin haus dan lapar juga. Aku turun dari lantai 2 rumahku, menuju dapur dan membuka kulkas. Aku langsung membuka pintu kulkas paling bawah dengan perasaan penuh harap-harap cemas. Aku berharap menemukan martabak keju cokelat yang dibeli oleh ibuku. Aku pikir martabak keju cokelat dingin cocok untuk meredakan sedikit pusing-pusing manja yang aku derita akibat terlalu memikirkan Clara.

Aku membuka pintu kulkas secara perlahan,

Kubuka,

Lalu kututup lagi,

Ah sepertinya aku belum siap.

Huh.

Ini percobaan kedua,

aku menarik nafas panjang,

lalu ku buang perlahan lewat hidung,

aku tarik lagi nafasku,

kali ini lebih panjang dan dalam,

lalu kubuang lagi lewat hidung.

Aku terus mengulanginya selama 300 kali.

Akhirnya rasa grogi karena harap-harap cemasku perlahan hilang dan keberanianku mulai muncul.

Oh martabak keju cokelat, I’m coming.

Ku pegang lagi gagang kulkasnya

Aku menariknya dengan sangat hati-hati

Aku berhasil membukanya

Tiba-tiba kok gelap, aku nggak bisa ngeliat apa-apa

Ternyata aku lagi merem

Ah sial!

Mana martabaknya ya?

Kok nggak ada

Kok tinggal ikan teri sama tomat doang?

Ah mungkin sudah dihabiskan sama ibuku

Yaudahlah aku minum air putih aja.

Di sela-sela minum air putih, aku sempat melihat jam dinding

Ternyata sudah jam 4 pagi.

Sial! aku belum tidur samasekali.


DI SEKOLAH

Aku males tidur lagi, takutnya nanti kebablasan dan ujung-ujungnya nggak sekolah dan nggak bisa ketemu Clara. Tapi aku mandi kok, sumpah. Aku juga udah pake parfum, biar Clara makin terpesona dan lupa daratan. Ah aku udah siap buat hari ini, kayaknya dewi fortuna akan berpihak ke Ditto Suryapradi. Ini saat yang tepat untuk memperbaiki image ku di mata Clara. Biarpun mata masih ngantuk dan udah agak bengkak kayak di gelendotin anak kecil, tapi nggak sedikitpun menyurutkan semangatku. Oh Clara Hansasuteja, aku datang.

Aku udah berdiri di depan kelas, selain menunggu pintu kelas di buka sama penjaga sekolah, tentu saja aku menunggu Clara. Kemana ya dia? Kok jam segini belum datang? Aku pun melihat jam tanganku, ah ternyata masih jam 6 pagi. Semangat juga ya aku.

Tapi udah beberapa hari ini Clara nggak keliatan di sekolah, nggak tau kemana. Setiap pagi aku menunggu dia di depan kelas, tapi sampai aku disuruh masuk oleh guru karena sudah jam pulang sekolah, Clara belum juga datang. Kemana ya dia? Apa karena kejadian waktu aku gagal kenalan sama dia terus dia memutuskan untuk pindah sekolah? Tapi apapun itu, pokoknya aku gak mau masuk kelas sebelum Clara datang. Itu prinsipku.

Aku lupa cerita ke teman-temanku kalo belakangan ini aku dibuat resah oleh sekelompok orang dari kelas sebelah yang berlagak seperti gangster akil baligh dan beberapa kali menyebut nama Clara sambil tertawa-tertawa. Mereka sangat mudah dikenali karena mempunyai ciri khas dan selalu menarik perhatian satu sekolah karena penampilan dan gaya berjalan mereka yang mirip seperti koboy yang abis disunat. Aku hafal tiga nama yang sepertinya memegang kendali atas gang koboy abis disunat itu. Yang pertama dan sepertinya ketua dari gang itu bernama Adit Colo. Orangnya tidak terlalu pendek tapi tidak terlalu tinggi juga, mungkin agak tinggi sedikit, dikit aja tapi. Kulitnya agak hitam cenderung kebiru-biruan, mungkin dia abis bakar sate selama tiga bulan non stop, jadinya warna kulitnya seperti itu. Dan dia adalah yang paling sering nyebut nama Clara sambil tertawa sendirian. Yang kedua bernama Sakay, orangnya tinggi dan agak gemuk, dia terobsesi punya rambut gondrong tapi pinggirnya dibotakin mirip Skrillex, tapi karena dia orangnya ingin tampil beda, bukan bagian pinggir rambutnya yang dibotakin, tapi malah bagian depan rambutnya yang dibotakin, dan sekarang dia lebih mirip Wong Fei Hung daripada Srillex. Dan yang ketiga bernama Engkong, ada alasan kuat kenapa dia dipanggil Engkong, yaitu karena dia yang berwajah paling tua diantara mereka berdua. Wajahnya sudah ditumbuhi jambang kumis dan jenggot yang lebat, aku curiga dia adalah salah satu anak dibawah umur yang menjadi korban salah pengertian memakai krim jambang wakdoyok.

Aku mulai menaruh kecurigaan kepada mereka bertiga, terutama pada si Adit Colo.

“Clara mah aman ama gue broo… Hahahaha!”

Kata Adit Colo ke Sakay dan Engkong,

Tepat di depan mataku.





-Bersambung-

No comments:

Post a Comment